Hari ini ketiga kalinya anakku dilarikan ke rumah sakit. Seorang ibu yang pastinya hatinya hancur mengetahui anaknya sakit. Seorang ibu pasti sedih melihat putranya tidak berdaya. Ibu akan duka sedalam-dalamnya. Itulah yang aku alami sekarang. Cerita anakku saat pertama dan kedua saat dirawat bisa klik di sini!
Ketiga kalinya. Tepat di Bulan Mei 2023 ini.
Kejadian itu berlangsung pada Sabtu sore saat aku menjemput anakku di tetangga. Maklumlah pada pagi harinya aku menghadiri undangan di SMAN 4 dalam rangka memperingati hari pendidikan nasional. Tidak ada yang mengira sepulangnya dari undangan tersebut, anakku kuambil dari tetanggaku dan tiba-tiba tubuhnya panas. Aku pikir oh ini hanya panas biasa. Aku tidak terlalu khawatir untuk ini. Sesaat setelah itu, aku membawanya ke bidan dekat rumah. Sebelumnya aku ingin membawanya ke dokter tetapi praktik dokter saat itu masih tutup. Suami melihat sekilas pengumuman yang tertempel di tempat dokter tersebut. Suami menyimpulkan bahwa mungkin tutup. Jadi aku dan suami putuskan untuk periksa ke bidan saja. Benar saja obat sudah ditangan, aku mulai panik. Anak aku semakin tidak berdaya. Terlihat kantung wajahnya yang semakin hitam, wajahnya pucat pasi, matanya yang sayu, ditambah lagi dia tidak bisa menopang tubuhnya. Anakku sepertinya sudah tidak kuat bertahan. Aku memikirkan bagaimana kalau tidak ada perkembangan. Maklum biasanya kalau sakit, dia selalu aku bawa ke dokter umum. Kalau dokter umum belum ada perkembangan maka aku pergi ke dokter spesialis.
Kembalilah aku diskusikan kepada suami untuk ke dokter umum saja. Dokter umum praktiknya setelah magrib. Kulirik jam yang ada di mobil masih menunjukkan 15.43. Masih banyak waktu untuk bisa kurawat di anak ini di rumah. Kuputuskan untuk segera pulang ke rumah terlebih dahulu, membersihkan badanku yang masih banjir keringat karena kegiatan di SMAN 4 tadi sudah menghabiskan banyak energi.
Sampai di rumah, kuletakkan putra kecilku di kamar. Aku letakkan dengan hati-hati. Dia terbangun dari tidurnya yang tidak nyenyak itu. Tubuhnya terasa hangat saat telapak tanganku menyentuh keningnya. Tak lama setelah itu, dia terlelap lagi. Aku bergegas mandi, membersihkan sisa-sisa keringat yang menempel di tubuhku. Suami pun tidak lama setelah itu melakukan hal sama denganku. Seusai sholat magrib, aku segera bergegas untuk pergi ke dokter umum. Sesampainya di sana pasien antri banyak sekali. Aku tidak tahu bagaimana keadaan ini bisa dipercepat. Kurlirik anakku yang tertidur pulas. Keningnya masih panas, wajahnya terlihat sangat pucat. Aku menunggu sambil berdoa semoga anakku kuat bertahan. Selama kurang lebih dua jam, aku harus mengantre di praktik dokter umum ini. Dokter bilang kalau anakku hanya masuk angin saja. Aku bersyukur karena anakku sudah mendapatkan obat.
Sesampainya di rumah. Aku memberikan obat kepadanya. Tak lama setelah itu aku mengopres keningnya. Nyatanya masih sama saja, suhu badannya tidak turun juga. Aku ambil termometer, aku cek suhu tubuhnya. Ternyata sudah diangka 40 derajat celcius.