TIRUAN SEJARAH MASA ORDE BARU DALAM NASKAH DRAMA LOS BAGADOS DE LOS PENCOS KARYA W.S RENDRA (KAJIAN MIMESIS)

Selasa, Maret 13, 2012

Karya sastra merupakan tiruan atau jiplakan kenyataan. Kelahiran karya sastra disebabkan usaha “mencontoh” realitas. Kerja pengarang tidak lain adalah meniru objek-objek yang dilihatnya. Plato beranggapan bahwa secara filosofis kerja pengarang tidak jauh dari kerja tukang yang hanya meniru objek-objek yang sudah ada. Pengarang tidak menciptakan yang baru, tetapi meniru yang sudah ada.
Naskah Los Bagados De Los Pencos merupakan karya sastra yang lahir guna menceritakan masa orde baru. Karya ini dibuat agar penikmat karya sastra dapat mengulang atau bahkan mengenang kembali peristiwa yang pernah terjadi di bangsa Indonesia. Keadaan yang menjadikan  bangsa kita terpuruk oleh kegelisahan peradaban. Korupsi, kolusi, nepotisme, kemiskinan, demonstrasi, pemilu dan pelengseran jabatan.
Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar. Eksploitasi sumber daya selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia.
Lokasi kejadian naskah drama Los Bagados de los Pencos karya W.S Rendra telah dituliskan pada teks yang berada di sebuah rumah sakit jiwa. Rumah sakit jiwa yang disebutkan W.S Rendra sebenarnya merujuk kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tiruan realitas pada masa orde baru tergambar jelas pada naskah drama Los Bagados de los Pencos karya W.S Rendra. Kejelasan tersebut nampak pada tokoh-tokoh yang dihadirkan dalam naskah seperti Dokter Rendra, Azwar, penghuni rumah sakit jiwa, Linus Suryadi, Mayon Edi Sutrisno, Emha Ainun Najisun, dan Dedot Muradin.
Tokoh Dokter Rendra sebenarnya adalah presiden negara Indonesia pada masa Orde Baru yang tidak lain Presiden Soeharto. Tokoh Azwar sebenarnya adalah wakil presiden negara Indonesia pada masa Orde Baru yang tidak lain B.J. Habibie. Penghuni rumah sakit jiwa adalah warga negara Indonesia. Linus Suryadi, Mayon Edi Sutrisno, Emha Ainun Najisun, dan Dedot Muradin adalah para mahasiswa yang mempelopori demonstrasi memprotes kebijakan pemerintah Orde Baru dengan menentang berbagai praktek korupsi, kolusi nepotisme (KKN). Atau bisa jadi mereka adalah para mahasiswa Trisakti yang tewas ketika melakukan demonstrasi (Elang Mulya Lesmana, Hery Hartanto, Hendriawan Sie, dan Hafidhin Royan).
Kesamaan alur pada masa orde baru dengan naskah drama tersebut dapat dianalisis sebagai berikut:
Dialog 1 adalah ungkapan kekesalan Presiden Soeharto kepada B.J. Habibie yang bisanya hanya mengadu, melapor, dan akhirnya bangsa Indonesia berantakan. Dialog 4 yang menceritakan bahwa B.J. Habibie sudah memiliki dedikasi yang besar untuk negara Indonesia. Dialog 6 yang menjelaskan bahwa penghuni rumah sakit mengamuk, bukan cuma dua orang saja tapi mereka beratus-ratus. Penggambaran dialog 6 si penghuni rumah sakit yang dimaksud sebenarnya adalah para mahasiswa yang melakukan demonstrasi. Dialog 10 yang mengacu pada perbaikan gizi yang tidak lain adalah ungkapan kekesalan mahasiswa atas pengeksploitasian sumber daya selama masa pemerintahan sang presiden, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan semakin meningkat pada tahun 1970-an dan 1980-an. Rakyat biasa melarat dan menderita sedangkan pejabat-pejabat negara makmur karena KKN. Dialog 19 yang dilakukan Mayon selaku mahasiswa untuk memprotes presiden yang melakukan korupsi dan selalu korupsi. Dialog 31 diucapkan oleh Linus selaku mahasiswa yang menginginkan agar presiden segera lengser dari kepemimpinannya. Mahasiswa mengingkinkan agar pemilihan presiden dipilih lewat pemilu lima tahun sekali, menerapkam Pancasila dan UUD 1945 di Indonesia. Dialog 55 yang dilakukan Emha selaku mahasiswa agar presiden segera meletakkan jabatannya dan sang presiden pun akan selamat. Dialog 59 yang menggambarkan pengambilan sumpah presiden baru oleh Azwar (B.J. Habibie). Pengambilan sumpah itulah yang menandakan berakhirnya masa orde baru. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyerahkan kekuasaannya kepada wakilnya, B.J. Habibie. Selanjutnya B.J. Habibie dilantik sebagai Presiden RI menggantikan Soeharto.

You Might Also Like

0 Komentar