KAJIAN INSTRINSIK CERPEN NENEK JINGGA

Sabtu, Desember 17, 2011


Masa kanak-kanak sering disebut dengan masa kritis karena terjadi pada periode yang menentukan kehidupan seseorang di kemudian harinya. Sastra anak menawarkan pengayaan bahasa, tidak hanya berupa kosa kata namun juga ekspresi-ekspresi yang berupa kalimat, paragraf atau dialog yang ditata dengan rasa seni dan sensitivitas yang tinggi.
Unsur instrinsik merupakan unsur yang membangun karya itu sendiri. Unsur-unsur intrinsik dalam suatu cerita merupakan unsur-unsur yang secara langsung turut serta dalam membangun sebuah cerita.
Unsur-unsur instrinsik adalah:
a.       Tema
b.       Plot
c.       Penokohan
d.       Latar
e.        Sudut pandang
f.       Bahasa
g.      Moral
Tema menurut Stanton dan Keny (Nurgiyantoro, 2000 : 67) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Sedangkan tema menurut Hartoko dan Rahmanto (Nurgiyantoro, 1995 : 67) adalah gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan menyangkut persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan. Tema sering juga disebut sebagai ide atau gagasan yang mendukung tempat utama dalam pikiran pengarang dan sekaligus menduduki tempat utama dalam cerita.
Tema yang dapat ditemukan dalam cerita Nenek Jingga adalah kecurigaan. Hal ini dimaksudkan bahwa seorang anak tidak boleh menilai kategori baik atau buruknya seseorang hanya dengan tampang luarnya saja. Kecurigaan si anak terhadap si nenek manjadikan dia takut bahwa si nenek adalah jelmaan dari nenek sihir yang gemarnya menculik anak-anak yang sebaya dengannya. Akan tetapi praduga tersebut salah yang ternyata nenek keriput yang seperti nenek sihir itu sebenarnya pintar dan memiliki pengetahuan yang luas. Dahulu, nenek jingga adalah seorang guru SD.
Alur yang dipakai dalam cerpen Nenek Jingga sebagai dasar penceritaan adalah berupa alur maju atau kronologis. Alur maju dinilai cocok untuk mempengaruhi sifat keingintahuan anak dan untuk selalu mengikuti perkembangan ceritanya dari awal hingga cerita itu berakhir. Peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita pendek “Nenek Jingga” bersifat sederhana, karena pengarang menyusun kronologis peristiwa dengan memberi penekanan pada hubungan kausalitas antar peristiwa dalam cerita.
Menurut Abrams (via Nurgiyantoro, 2000 : 165) tokoh cerita adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tentang seperti yang diekspresikan dalam ucapan serta apa yang dilakukan dalam tindakan. 
Tokoh utama dalam cerpen Nenek Jingga adalah Asti, karena tokoh tersebut yang paling banyak diceritakan dan yang mengembangkan dan membangun alur. Tokoh tambahnnya adalah bunda dan nenek jingga.
Latar adalah landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan, (Nurgiyantoro, 2000 :2)
Latar yang ditemui dalam cerpen Nenek Jingga adalah di depan rumah Asti, di rumah Nenek, di pagar, dan di teras.
Sudut pandang adalah bentuk persona yang dipergunakan disamping mempengaruhi perkembangan cerita dan masalah yang diceritakan, juga kebebasan dan keterbatasan, ketajaman, ketelitian dan keobjektifan terhadap hal-hal yang diceritakan. Sedangkan menurut Saad (via Rachmat Djoko Pradipo, 1995 :75) sudut pandang adalah cara bercerita dari titik pandang mana atau siapa cerita itu dikisahkan, (Nurgiyantoro, 2000 : 246). Sudut pandang menerangkan “siapa yang bercerita”, sudut padang ini penting untuk memeproleh gambaran tentang kesatuan cerita.
16).
Pengisahan cerita yang dipergunakan dalam cerita “Nenek Jingga” adalah menggunakan sudut pandang persona ketiga yaitu “Asti”. Hal ini bisa dilihat dengan kutipan di bawah ini:
Semenjak saat itu Asti jadi sering bertandang ke rumah Nenek Jingga. Ternyata dari Nenek yang dulu ditakutinya ini Asti bisa banyak menimba ilmu.”
Bahasa yang digunakan dalam penceritaan “Nenek Jingga” saya kira cukup mudah dimengerti jika dibaca oleh anak usia SD, kelas 3 sampai seterusnya. Struktur kalimat yang digunakan secara keseluruhan menampilkan struktur kalimat yang sederhana. Jenis kalimat yang dipakai cenderung menggunakan jenis kalimat deklaratif.
Teknik penyampaian moral disampaikan secara langsung tekstual dalam cerita “Nenek Jingga” tersebut bahwa seorang anak akan mampu menemukan sendiri amanat atau unsur moral cerita tanpa perlu berimajinasi atau berfantasi tentang pesan apa yang ingin disampaikan pengarang dalam karyanya tersebut.
Pesan moral yang dapat diambil bahwa sebagai seorang anak tidak boleh melihat kebaikan dan keburukan seseorang dengan melihat paras atau wajahnya saja. Karena bentuk luar seseorang bisa saja menipu. Yang terpenting adalah sebagai seorang anak harus belajar selalu berprasangka baik terhadap semua orang..

DAFTAR PUSTAKA
Rachmat, Djoko Pradopo. 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode dan Penerapannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Nurgiyantoro, Burhan. 2000. Teori Penkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Akmal. 2011. Download Kumpulan Cerita Pendek. (http://downloadkumpulanceritapendek.blogspot.com/2011/01/cerpen-bobo-nenek-jingga.html), diakses 6 November 2011.

You Might Also Like

0 Komentar