Pages

06 Januari 2022

HATI BISA SALAH KARYA YOSSY PUTRI AMALYA (LOMBA CERPEN SMA AWARDS)

        Pagi yang cerah ditambah dengan dikosongkannya pelajaran jam pertama hingga istirahat membuat siswa-siswi sibuk dengan urusan pribadi masing-masing. Di sudut kelas tiga siswa dengan HP miring sedang khusyuk. Beberapa siswi sedang menata kerudung untuk bersiap dan TikTok pun dimulai. Di luar kelas juga tak kalah riuh, mulai dari menyiram bunga, membersihkan kaca, sampai membahas Lee Jong Suk.

Ada satu siswa yang selalu datang terlambat. Siswa yang selalu mengeluarkan bajunya, tidak pernah memakai dasi, dan rambut yang acak-acakan. Bayu Pratama Putra, nama itu yang sekarang tengah menjadi perbincangan siswa-siswi di kelas X MIPA 1. Siswa kelas X, tidak terlalu tampan, tinggi sekitar 160 cm dengan berat 49 kg. Satu-satunya hal yang menarik perhatian: memakai behel. Zaman sekarang behel atau kawat gigi merupakan sesuatu yang dianggap kekinian oleh para pelajar.

“Eh-eh gue heran nih ya sama si Bayu bisa-bisanya dia yang setengah berandal gitu dimasukin ke kelas MIPA yang anaknya rajin-rajin kayak kelas kita ini?” Celetuk Silvia tiba-tiba.

“Ya mungkin aja dia pintar, kali. Hahaha.” Jawab Dwi dengan mata yang fokus ke handphone.

“Pintar dari segi mananya, ikut lomba nonakademik gak pernah, tugas gak ngumpulin, sering tidur, ya kali pintar.” Sahut Lestari cepat.

Tiba-tiba dari arah luar terdengar suara ketukan pintu. Ada seorang siswi berdiri di depan pintu kelas mereka.

Tok tok tok

Semua atensi siswa-siswi berpindah menghadap pintu. Siswi yang berdiri di depan pintu sedikit mencondongkan tubuhnya agar dapat melihat situasi kelas X MIPA 1.

“Assalamualaikum, maaf mengganggu saya ingin memanggil Bayu Pratama atas perintah Pak Misbah.” Ucap seorang siswi di depan pintu kelas.

“Bayu belum datang.” Jawab Adit sebagai ketua kelas.

“Ohh nanti tolong sampaikan ya, ditunggu Pak Misbah di ruang BK, saya permisi.'' Setelah mengucapkan hal tersebut siswi itu kembali ke kelasnya.

Semua siswa-siswi X MIPA 1 saling pandang satu sama lain. Mata mereka seolah menunjukan bahwa mereka sedang melakukan pembicaraan melalui batin. Silvia tiba-tiba menyeletuk.

Kan baru aja gue bicarain tadi sama teman gue, eh sekarang udah dapat aja tuh panggilan BK, baru berapa bulan sih jadi anak SMA udah buat ulah terus, ngejelekin nama kelas kalau begini.” Ucap Silvia agak keras dan kebanyakan teman sekelasnya mengangguk-anggukkan kepala untuk membenarkan.

Namun tanpa mereka sadari, orang yang menjadi perbincangan tengah berada di depan pintu sambil menyandarkan tubuhnya. Dengan memutar bola matanya malas, Bayu berjalan pelan menuju ke tempat duduknya. Hal itu membuat penghuni kelas merasa sedikit was-was, karena orang yang diperbincangkan mengetahui. Namun seperti biasa Bayu tidak mempermasalahkan hal tersebut, itu sudah terlalu biasa baginya.

Bay, lu dipanggil BK, gih sana temuin Pak Misbah.” Ucap Adit menyampaikan pesan siswa tadi.

Huhhh...

 Hanya helaan napas yang terdengar dari Bayu, dengan sedikit ogah-ogahan Bayu pun mulai beranjak dari tempat duduknya. Namun langkahnya terhenti karena mendengar nasihat salah satu teman sekelasnya.

“Bayu, baju lu benerin dulu dong, dasinya dipakek yang bener, rambutnya disisir rapi dulu lah, Bay Bayu.” Geram Dwi melihat penampilan Bayu yang tidak mencerminkan sikap seorang pelajar yang baik.

Namun perkataan Dwi tidak diidahkan oleh Bayu. Bayu hanya sedikit merapikan tatanan rambutnya, lalu setelah itu ia pergi dari kelas. Semua siswa-siswi hanya bisa geleng-geleng menatap salah satu temannya itu.

Sesampainya di ruang BK Bayu menghela napasnya, ia menormalkan detak jantungnya yang berdetak tidak normal. Senakal-nakalnya Bayu baru pertama kali ini ia dipanggil ke ruang BK.

“Assalamualaikum.” Salam Bayu.

“Waalaikumsalam, cari siapa, Nak?” Tanya Bu Dian, salah satu guru BK di SMA tempat Bayu bersekolah.

“Itu Bu, tadi ada siswi yang memanggil saya, katanya saya dipanggil Pak Misbah ke ruang BK.” Jelas Bayu dengan sopan, dan entah kapan Bayu membenarkan pakaian, yang pasti sekarang ia sudah berpakaian rapi, walau tetap saja ia tidak pakai dasi.

“Oh kamu Bayu ya, Pak Misbah sudah di ruang guru, coba kamu temui di ruang guru. Tadi kamu mau ditunggu di sini tapi beliau ada keperluan penting.” Jelas Bu Dian.

“Baik, Bu kalau begitu terima kasih.” Ucap Bayu kemudian dia beranjak dari depan pintu BK. Namun sebelum ia melangkah Bu Dian kembali memanggilnya.

“Bayu, kemana dasi kamu? kenapa tidak pakai?” Tanya Bu Dian dengan menelisik pakaian Bayu.

“Ohh anu Bu, ketinggalan di dalam tas Bu, mohon maaf.” Jawab Bayu.

“Ya sudah lain kali dipakai ya, sana temui Pak Misbah.” Ucap Bu Dian.

Bayu segera beranjak dari depan pintu ruang BK. Bayu segara menuju ruang guru yang berjarak agak jauh dari ruang BK. Di sepanjang jalan menuju ruang guru banyak siswa-siswi menyapa Bayu dan hanya ditanggapi senyum manisnya.

Kring kring kring

Bel istirahat telah berbunyi dan Bayu baru kembali dari ruang guru. Semua teman di kelasnya sudah tidak ada, ke kantin mungkin pikirnya. Bayu pun mendudukkan dirinya di bangku miliknya, setelah itu ia mengambil posisi untuk tidur. Belum juga Bayu memasuki alam mimpinya, namun ada Adit dan teman-temannya yang lain memasuki kelas.

“Wihhh... Bayu, baru balik lu?” Tanya Adit berbasa-basi.

Bayu yang ingin tidur pun kembali membuka mata, dan menganggukkan kepalanya menghadap Adit dan yang lain.

“Habis ngapain aja lu Bay, sampe dipanggil BK segala mana lama banget lagi?” Sekarang terjadilah sesi tanya jawab yang ditunjukan teman-teman Bayu kepada dirinya.

“Kata siapa gue di BK? Orang tadi gue dipanggil Pak Misbah di ruang guru.” Jawab Bayu dengan menyenderkan tubuhnya ke senderan kursi.

“Lah bukannya tadi lu dipanggilnya ke BK ya?” Tanya Riski salah satu teman sekelas Bayu yang memakai kacamata.

“Sok tau, orang tadi dipanggil Pak Misbah, nah kebetulan Pak Misbahnya ada di BK.” Jelas Bayu dengan memainkan handphone.

Semua teman-teman Bayu yang berada di kelas hanya mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mereka mengerti. Suara langkah kaki bersahutan dari luar kelas membuat atensi mata siswa yang berada di dalam teralihkan. Ternyata itu adalah langkah kaki Silvia dan teman-teman lainnya yang telah menyelesaikan urusannya di kantin.

“Assalamualaikum.” Ucap Silvia dan teman-temannya bersamaan.

“Waalikumsalam.” Jawab siswa yang sudah berada di kelas sedari tadi.

“Bayu, baru balik dari BK, lu?” Tanya Silvia saat melihat Bayu, Bayu hanya menganggukan kepala sebagai jawaban atas pertanyaan Silvia tersebut.

“Ngapain aja kok lama banget, apa yang lu lakuin? Pasti berat nih sampe selama itu.” Cerocos Silvia panjang lebar dan mendapat cibiran tidak suka dari teman-teman laki-lakinya.

 Bayu tidak menanggapi pertanyaan Silvia, ia malah mengajak Adit dan kawan-kawan lainnya untuk main bareng game online. Silvia terlihat sedikit geram kepada Bayu.

“Sombong banget lu, tukang buat onar aja bangga. Bisanya ngejelekin nama kelas aja terus.” Cibir Silvia pelan, namun Bayu yang memiliki pendengaran tajam mendengarnya dan hanya memutarkan bola matanya malas.

Lu ngurusin banget hidupnya Bayu, ga tau apa-apa mending diem deh lu.” Cibir Reza cepat.

 

Dua Minggu Kemudian

Hari Rabu yang cerah, burung-burung bersenandung dengan indah mengiringi langkah siswa-siswi yang berangkat dari rumah menuju kelas masing-masing. Tepat pukul 07.00 bel masuk berbunyi nyaring ke seluruh penjuru sekolah. Di kelas X MIPA 1 terlaksanakan kegiatan belajar mengajar mata pelajaran matematika wajib.

“Assalamualaikum, sebelum kita mulai pelajaran kita lakukan absensi dulu.” Ucap Bu Ira selaku guru mata pelajaran matematika wajib.

“Baik, Bu.” Jawab seluruh siswa kelas X MIPA 1.

“Baik hari ini siapa saja yang tidak masuk?” Tanya Bu Ira.

“Bayu Pratama Putra alfa dan Silvia Widyawati sakit.” Jawab Ratna sebagai sekretaris.

“Kenapa Bayu setiap ada jam saya selalu tidak masuk ya? Tanpa keterangan pula.” Ucap Bu Ira kembali.

“Ohhh itu emang Bayu sudah tidak masuk selama dua minggu ini Bu, kalo seminggu yang lalu itu masuk tapi dia tidak ikut pelajaran sama sekali dari pagi sampai siang.” Jelas Adit selaku ketua kalas.

Teman-teman lainnya hanya diam menyimak dan mengangguk-anggukkan kepala membenarkan ucapan Adit. Bu Ira hanya juga mengangguk-anggukkan kepalanya tanya mengerti ucapan muridnya itu.

“Sekretaris sudah bilang ke wali kelas atau guru BK, apa belum?” Tanya Bu Ira kembali kepada sekretaris kelas.

“Sudah Bu, kemarin saat mengumpulkan absensi di ruang BK saya sudah melapor dan Bu Dian juga sudah saya beritahu. Katanya disuruh nulis apa adanya dulu, ini lagi diproses sama BK.” Jelas Ratna.

“Ohh ya sudah kalau begitu, jangan dicontoh ya anak-anak, kalian kalau tidak masuk harus menulis surat izin. Nah kalo kalian sudah tidak minat untuk sekolah lebih baik berhenti saja, biar orang tua tidak capek-capek kerja untuk kalian sekolah. Sudah capek-capek kerja tetapi kalian malah tidak niat kayak teman kalian satu ini.” Nasihat Bu Ira kepada siswa-siswi kelas X MIPA 1.

“Baik, Bu.” Jawab siswa-siswi dengan kompak.

“Baiklah mari kita lanjutkan pelajaran kita, sampai bab mana kemarin?” Ucap Bu Ira.

 

Kring kring

Bel pergantian jam pelajaran sudah berbunyi, Bu Ira pun keluar dari kelas X MIPA 1. Siswa-siswi pun bersiap untuk mata pelajaran selanjutnya, namun beberapa waktu lalu ada siswa dari kelas sebelah yang menghampiri Adit. Siswa tersebut mengatakan bahwa guru mata pelajaran Bahasa Inggris tidak dapat mengajar, dan kelas mereka mendapat tugas untuk mengerjakan LKS.

“LKS nya dikerjakan dulu, baru setelah siap kalian mau ngapain aja terserah. Penting jangan keluar kelas sebelum jam istirahat.” Adit mengkoordinasi teman sekelasnya.

“Oke Pak ketua.” Jawab satu kelas kompak.

Setelah beberapa menit, mereka telah selesai mengerjakan tugas. Sekarang mereka telah sibuk dengan kegiatan masing-masing. Di kelompok anak-anak perempuan, seperti perempuan pada umumnya mereka telah membicarakan sesorang sebagai topik pembicaraan mereka.

“Eh eh ngomong-ngomong si Bayu itu kemana ya sudah hampir dua minggu gak masuk tanpa surat lagi, emang gak takut gak naik kelas gitu ya dia.” Celetuk Lestari memulai pembicaraan.

“Ya mungkin dia udah gak niat sekolah lagi.” Jawab Dwi spontan.

“Ya klo udah gak niat bilang aja, kalo gini ngotorin papan absensi aja terus, udah gitu kayak yang diomongin Bu Ira tadi. Kasian orang tuanya capek-capek ngumpulin uang untuk biaya sekolah malah anaknya gak niat sekolah gitu.” Cerocos Lestari panjang lebar tengah me-review kehidupan temannya.

“Anak-anak cewek kalo disuruh gibahin orang puinter ya, inget dosa, ya.” Celetuk Adit tiba-tiba.

“Biarin aja sih kok lu yang sewot sih, Dit.” Nyinyir Weny dengan menghadap ke Adit.

 

Satu bulan kemudian

Suasan Senin pagi yang cerah, matahari bersinar terang, membuat beberapa siswa berdecak sebal sebab mereka harus berpanas-panasan untuk melakukan apel pagi. Suasana di kelas X MIPA 1 sedikit ricuh karena beberapa siswa sedang berdumal malas mengikuti apel dan juga ada yang berkesibukan lain.

Eh eh siapa aja nih yang gak masuk hari ini? Gue mau absen nih.” Tanya Ratna selaku sekretaris kelas.

Dio, dia izin suratnya di meja guru.” Jawab Adit sebagai ketua kelas.

“Udah Dio doang? Bayu udah masuk apa belum?” Tanya Ratna memastikan.

“Udahlah alfa aja kayak biasanya. Mungkin dia udah gak lanjutin sekolah lagi orang udah satu bulan lebih ga masuk sama sekali, tanpa keterangan lagi.” Sahut Dwi dari bangkunya. Ratna menganggukkan kepala tanda menyetujui. Ratna berjalan menuju tempat absensi kelas yang berada di dekat pintu masuk kelas.

“Masuk nih gue.” Suara Bayu tiba-tiba terdengar dari pintu kelas.

“Dari mana aja lu sebulan gak masuk? Gak ada surat lagi, gue bingung nih kalo di tanyain sama guru-guru pada nanyain lu.” Sahut Ratna cepat saat melihat Bayu.

“Alah palingan juga ikut tawuran yang kemarin di SMA sebelah tuh, ya kan Bay?” Tanya Silvia sedikit mengejek ke arah Bayu.

“Sok tau banget hidup lu ya, Na Ratna. Lu sok ngehakimi orang tanpa tau kebenaran.” Heran Bayu kepada Ratna.

Setelah mengucapkan hal tersebut Bayu pun beranjak dari kelas menuju ke lapangan. Di kelas, Ratna didukung oleh teman-teman karena memang banyak yang kurang suka dengan sikap Bayu. Mereka merasa bahwa sikap Bayu acuh kepada teman-temannya, tidak mencerminkan kehidupan seorang pelajar. Ratna mengdumal pelan tentang Bayu.

 

Di lapangan utama

Apel pagi pun berjalan hikmad, dan setelah apel siswa tidak dikembalikan ke kelas masing-masing. Ada beberapa pengumuman penting dan juga penyerahan reward untuk beberapa siswa berprestasi baik akademik maupun nonakademik. Guru pun mulai membacakan siapa saja yang mendapat reward dari hasil prestasinya karena membanggakan sekolah. Satu per satu nama siswa dipanggil maju ke mimbar upacara. Hingga tiba saat satu nama siswa dipanggil yang membuat siswa-siswi X MIPA 1 terkejut bukan main.

“Selanjutnya, untuk Bayu Pratama Putra dari kelas X MIPA 1 yang berhasil memenangkan juara 1 kejuaraan Sambo tingkat provinsi, dipersilahkan untuk Bayu Pratama maju ke depan.” Suara dari guru yang mengumumkan siswa-siswi berprestasi. Siswa-siswi pun memberikan tepuk tangan untuk Bayu.

Bayu pun segera maju, dan untuk teman-temannya dari kelas X MIPA 1 bertepuk tangan dengan wajah penuh ketidakpercayaan. Mereka bertepuk tangan dengan wajah yang sedikit konyol karena ekspresi ketidakpercayaan mereka sungguh besar.

 

 

Di kelas X MIPA 1

Setelah selesainya acara tersebut siswa-siswi kembali ke kelas masing-masing. Di kelas Bayu, teman-temannya masih memasang wajah tidak percaya. Bayu dicercar beberapa pertanyaan oleh teman-temannya.

“Bagaimana bisa, Bay?”

“Kapan lu lombanya coba?”

“Jadi selama ini lu ngilang karena latihan Sambo?”

“Bayu Sambo itu apa sih, Bay? Gue baru denger nih, Bay.”

Bayu bingung untuk menjawab pertanyaan teman-temannya dia hanya bisa menghela napas dan manggeleng-gelengkan kepalanya. Teman-temannya masih saja berisik dengan pertanyaan-pertanyaan ketidakpercayaannya.

“Oke santai dong tanyanya bingung gue harus jawab yang mana dulu. Iya gue ditunjuk Pak Misbah buat ikut kejuaran Sambo kemaren. Sambo itu salah satu olahraga bela diri modern sejenis gulat. Wajar sih kalo kalian ga pernah dengar, soalnya ini termasuk olahraga baru yang berasal dari Rusia.” Jelas Bayu kepada teman-temannya dan sedikit melirik Silvia yang berpikir tidak-tidak terhadap dirinya.

Teman-temannya mengangguk-angguk tanda mengerti. Atensi mereka berpindah setelah mendengar celetukan ketua kelas mereka.

“Minta maaf sana, Silvia! Lu udah berburuk sangka terus ke Bayu.Perintah Adit.

“Hehe gue minta maaf ya, Bay, sudah berburuk sangka sama lu.” Ucap Silvia dengan tulus dan Bayu menganggukkan kepalanya tanda ia memaafkan Silvia.

Dari kejauhan terlihat Bu Dian berjalan tegas dengan pandangan fokus ke kerumunan di depan pintu kelas X MIPA 1.

“Bayu!” Sapa Bu Dian sambil terus menuju ke kelas X MIPA 1. “Selamat ya, sudah berhasil mendapat juara. Oh iya anak-anak, maaf ya, Bu Dian belum sempat memberi tahu ke kalian bahwa Bayu lama tidak masuk karena menyiapkan diri untuk perlombaan. Pasti kalian berpikir yang tidak-tidak ya tentang Bayu.”

“Iya lah Bu, kami semua mengira kalau Bayu dapat masalah di luar sekolah.” Jawab Silvia. Bu Dian pun tersenyum kemudian berjalan meninggalkan kelas.

“Bayu, gue sebagai ketua kelas, mau ngucapin selamat nih buat lu mewakilin anak-anak lainnya, congratulation, tetap lu pertahanin, kalau bisa lu kembangin bakat lu lagi, sukses sampai nanti dan ya maaf juga kalau teman-teman lainnya sudah berburuk sangka sama lu ya.” Ucap Adit yang membuat terharu teman-teman lainnya.

“Santai aja, makasih juga doanya ya, ayo sekarang kita ke kantin gue traktir deh kalian semua.” Ucap Bayu dengan bergembira.

Semua teman sekelas Bayu yang mendengarkan hal tersebut ikut gembira dan mereka bersama-sama pergi ke kantin. Di perjalanan mereka membicarakan banyak hal, mereka tertawa gembira bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar