Pages

13 Agustus 2021

HUKAYAT BAYAN BUDIMAN

Sebermula ada saudagar di negara Ajam. Khojan Mubarok namanya, terlalu amat kaya, akan tetapi ia tiada beranak. Tak seberapa lama setelah ia berdoa kepada Tuhan, maka saudagar Mubarok pun beranaklah istrinya seorang anak laki-laki yang diberi nama Khojan Maimun.

Setelah umurnya Khojan Maimun lima tahun, maka diserahkan oleh bapaknya mengaji kepada banyak guru sehingga sampai umur Khojan Maimun lima belas tahun. Ia dipinangkan dengan anak saudagar yang kaya, amat elok parasnya, namanya Bibi Zainab. Hatta beberapa lamanya Khojan Maimun beristri itu, ia membeli seekor burung bayan jantan. Maka beberapa di antara itu ia juga membeli seekor tiung betina, lalu di bawanya ke rumah dan ditaruhnya hampir sangkaran bayan juga.

Pada suatu hari Khojan Maimun tertarik akan perniagaan di laut, lalu minta izinlah dia kepada istrinya. Sebelum dia pergi, berpesanlah dia pada istrinya itu, jika ada barang suatu pekerjaan, mufakatlah dengan dua ekor unggas itu, hubaya-hubaya jangan tiada, karena fitnah di dunia amat besar lagi tajam daripada senjata.

Hatta beberapa lama ditinggal suaminya, ada anak Raja Ajam berkuda lalu melihatnya rupa Bibi Zainab yang terlalu elok. Berkencanlah mereka untuk bertemu melalui seorang perempuan tua. Maka pada suatu malam, pamitlah Bibi Zainab kepada burung tiung itu hendak menemui anak raja itu. Maka bernasihatlah ditentang perbuatannya yang melanggar aturan Allah Swt. Maka marahlah istri Khojan Maimun dan disentakkannya tiung itu dari sangkarnya dan dihempaskannya sampai mati.

Lalu Bibi Zainab pun pergi mendapatkan bayan yang sedang berpura-pura tidur. Maka bayan pun berpura-pura terkejut dan mendengar kehendak hati Bibi Zainab pergi mendapatkan anak raja. Maka bayan pun berpikir bila ia menjawab seperti tiung maka ia juga akan binasa. Setelah ia sudah berpikir demikian itu, maka ujarnya, “Aduhai Siti yang baik paras, pergilah dengan segeranya mendapatkan anak raja itu. Apa pun hamba ini haraplah tuan, jikalau jahat sekalipun pekerjaan tuan, Insya Allah di atas kepala hambalah menanggungnya. Baiklah tuan sekarang pergi, karena sudah dinanti anak raja itu. Apatah dicari oleh segala manusia di dunia ini selain martabat, kesabaran, dan kekayaan?

Adapun akan hamba, tuan ini adalah seperti hikayat seekor unggas bayan yang dicabut bulunya oleh tuannya seorang istri saudagar. Maka berkeinginanlah istri Khojan Maimun untuk mendengarkan cerita tersebut. Maka Bayanpun berceritalah kepada Bibi Zainab dengan maksud agar ia dapat memperlalaikan perempuan itu. Hatta setiap malam, Bibi Zainab yang selalu ingin mendapatkan anak raja itu, dan setiap berpamitan dengan bayan. Maka diberilah ia cerita-cerita hingga sampai 24 kisah dan 24 malam. Burung tersebut bercerita, hingga akhirnyalah Bibi Zainab pun insaf terhadap perbuatannya dan menunggu suaminya Khojan Maimum pulang dari rantauannya.

Burung  Bayan  tidak  melarang  malah  dia  menyuruh  Bibi  Zainab  meneruskan rancangannya itu, tetapi dia berjaya menarik perhatian serta melalaikan Bibi Zainab dengan cerita-ceritanya. Bibi Zainab terpaksa menangguh dari satu malam ke satu malam pertemuannya dengan putera raja. Begitulah seterusnya sehingga Khoja Maimun pulang dari pelayarannya.

Bayan yang bijak bukan sahaja dapat menyelamatkan nyawanya, tetapi juga dapat menyekat isteri tuannya daripada menjadi isteri yang curang. Dia juga dapat menjaga nama baik tuannya serta menyelamatkan rumah tangga tuannya. Antara cerita bayan itu ialah mengenai seekor bayan yang mempunyai tiga ekor anak yang masih kecil. Ibu bayan itu menasihatkan anak-anaknya supaya jangan berkawan dengan anak cerpelai yang tinggal berhampiran. Ibu bayan telah bercerita kepada anak-anaknya tentang seekor anak kera yang bersahabat dengan seorang anak saudagar. Pada suatu hari mereka berselisih faham. Anak saudagar mendapat luka di tangannya. Luka tersebut tidak sembuh melainkan diobati dengan hati kera. Maka saudagar itupun menangkap dan membunuh anak kera itu untuk mengobati anaknya.

(Sumber: Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.Bahasa Indonesia / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.-- . Edisi Revisi Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017.)

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar