Pages

08 Juni 2010

Karya Sastra Tahun 80-an, 90-an, dan 2000

Tahun 90-an , karya sastra kita muncul lebih banyak lagi. Pada era ini, terjadi inflasi puisi. Begitu banyak penulis puisi, tetapi sangat sedikit sekali yang dapat dimasukkan \"kategori\" penyair. Mereka banyak menerbitkan sendiri karyanya dengan biaya swadaya dan format yang sedanya. Sebagian besar, harus diakui, memperlihatkan talenta yang menjanjikan. Tetapi, untuk menjadi sastrawan besar, tentu saja bakat yang penuh \"harapan\" itu, harus pula dibarengi dengan wawasan si penyair sendiri yang luas terhadap kejadian dunia akhir-akhir ini. Tanpa itu, tidak tertutup kemungkinan mereka akan kehabisan sejumlah ide yang brilian, dan tinggal menunggu namanya tenggelam. Ciri yang sangat menonjol terjadi pada angkatan 90-an (bila saya bisa menyebutkan mereka yang berkarya pada tahun 1990-an) adalah terjadinya gerakan sastrawan daerah.

Suasana ini dimungkinkan terjadi karena adanya majalah dan koran-koran daerah. Jadi, sebagian dari mereka hanya mempublikasikan karyanya di media massa lokal, tetapi ada juga yang memuat di media massa ibukota. Dengan demikian, peta kesusatraan Indonesia menjadi lebih beragam. Taufiq Ismail, Rendra, Sapardi Djoko Darmono (angkatan 66) terus berkarya. Abdul hadi, Sutardji Calzoum Bahri, Danarto, Kuntowijoyo, Umar Kayam, Hamid Jabbar, Seno Gumira Ajidarma, dan beberapa nama lain dari angkatan 70-an, juga masih terus berkarya. Hal yang sama juga terjadi pada angkatan 80-an. Lihat saja Hamsad Rangkuti yang masih menghasilkan sejumlah cerpen, Afrizal Malna, Ahmaddun, Soni Farid Maulana atau Acep Zamzam Noor, juga telah menelurkan antologi puisi. Dengan demikian, karya sastra, pada dasawarsa 1990-an, dipenuhi oleh karya sastra dari berbagai angkatan. Bahwa karya-karya sastrawan angkatan 66 dan 70-an, turut menyemarakkan peta kesusatraan kita tahun 1990-an, dan karya-karya mereka telah menunjukkan kematangannya sebagai sastrawan \"senior\". Dan, ini membuktikan kalau mereka tak kehabisan ide dan gagasan, yang terus bertahan entah sampai kapan.

Beberapa nama-nama penting atau yang potensial menghasilkan karya-karya yang memberikan kontribusi bagi khazanah kesusatraan kita-oleh sastrawan daerah, diantaranya adalah : Gus tf (Padang), Taufik Ikram Jamil (Riau), Agus R. Sarjono, Cecep Samsul Hari, Oka Rusmini, Ahmad Syubbanuddin Alwy, Saeful Baddar, Karno Kartadibrata, Doddy Achmad Fawdzy, Juniarso Ridwan, Beni Setia, Atasi Amin, Ahda Imran (Bandung), Naim Prahana, Hassanudin Z. Arifin, Isbedy Stiawan ZS, Syaiful Irba tanpaka, Panji Utama, Eddi Samudera Kertagama, Iswadi Pratama (Lampung), Toto St Radik (Banten), Wowok Hesti Parabowo (Tangerang), Anil Hukma (Ujung Pandang), Tomon Haryowisobo (Yogyakarta), Tomy Tamara (Makasar), dan Aspur Azhar (Jakarta). Selain itu sejumlah lulusan dari fakultas sastra di seluruh Indonesia, telah memperkaya dan memberi warbna lain dalam peta puisi Indonesia. Antologi puisi yang telah dihasilkan nama-nama tersebut diatas memperlihatkan karya-karya yang menjanjikan dan penuh pengharapan.

Sementara beberapa cerpenis yang lahir tahun 1990-an-dan juga bertebaran di seluruh pelosok tanah air ini-beberapa diantaranya (mungkin) akan menjadi sastrawan terdepan Indonesia. Jujur Prananto, Yanusa Nugroho, Kurnia Jaya Raya (Jakarta), M. Shoim Anwar, Sirkit Syah, Kusprihyanto Namma, Aria Kamandaka, Sony Karsono (Surabaya), Kazzaini Ks (Riau). Dari Yogyakarta telah muncul dua nama baru Agus Noor dan Joni Aridianta-juga telah memperlihatkan kematangannya; di antara penulis wanita, Helvy Tiana Rosa dan Lea Pamungkas, patut juga diperhitungkan keberadannya.Bagaimana pula dengan prosa Indonesia tahun 1990-an? Dua nama, yakni Ayu Utami (Saman) dan Taufik Ikram Jamil (Hempasan dan Gelombang) merupakan dua novel penting tahun 1990-an ini. Lantas pada tahun 2000? Kembali dunia sastra dikejutkan dengan kehadiran Dee dalam bukunya \"Supernova\"-padahal Dewi Lestari hanya berprofesi sebagai penyanyi.

Persoalan angkatan sastra, barangkali tak akan pernah tuntas. Yang menjadi soal adalah, bagaimana pasa satrawan tersebut mampu mengeeksploitasi dan mengeksplorasi berbagai problema sosio-kultural dalam masyarakat dan mengangkatnya menjadi sebuah karya yang tak ternilai. Barangkali juga dunia sastra kita akan begitu kaya-mungkin juga diantara dari mereka ke depan bakal meraih nobel sastra dunia yang bergengsi itu. Dengan demikian, karya-karya yang telah hadir, tidak hanya sekedar meramaikan belantara sastra belaka dan hanya sekedar melengkapi sejarah kesusatraan Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar